Visitor

Tampilkan postingan dengan label Seputar Rawagede. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Seputar Rawagede. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 Februari 2013

Akte Kelahiran dan Hak Waris

Pemerintah telah memberikan imbauan kepada masyarakat untuk segera melengkapi jati diri dengan memiliki akte kelahiran, dan dijelaskan bahwa mereka yang tidak memiliki akte kelahiran, maka tidak memiliki hak waris di hadapan pengadilan.

Apakah akte kelahiran bisa dimasukkan ke dalam kategori مانع الإرثatau perkara yang menghalangi ahli waris untuk mendapatkan warisan? Bagaimanakah eksistensi peraturan tersebut secara syara' ketika diundangkan oeleh pemerintah?

Sebetulnya, peraturan pemerintah dalam kebijakan memiliki akte adalah maslahah (mengandung maksud baik) dan bisa dibenarkan. Hanya saja eksistensi akte dalam perspektif fiqh bukan tergolong salah satu dari empat مانع الإرث (mani' al-irts, penghalang hak waris) dalam kajian fikih. 

Akan tetapi akte tetap diakui sebagai salah satu pijakan hukum penetapan warisan, selama tidak dijadikan sebagai satu-satunya bukti. Lihat dalam Bughyah al-Mustarsyidin hlm. 155 dan 276-277

Semisal terjadi perselisihan antar ahli waris yang membawanya ke pengadilan, dan berakibat gugurnya hak waris dari ahli waris yang tidak memiliki akte kelahiran, maka diperbolehkan dia merebut haknya dengan paksa selama tidak menimbulkan fitnah. Dan jika menimbulkan fitnah, maka cara lebih bijak yang harus ditempuh adalah melakukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi. Bughyah al-Mustarsyidin hal 286-287 dan 276

Bau Kemenyan Disukai Nabi

Sering kali kita jumpai pembakaran kemenyan di tempat-tempat tertentu (misalnya makam para wali). Dan juga sering dijumpai pada acara-acara tertentu (seperti doa sedekah bumi) yang dilakukan secara islami dengan menggunakan bahasa Arab. Bagi sebagian warga bau kemenyan diidentikan dengan pemanggilan roh, dan sebagian yang lain menganggapnya sebagai pengharum ruangan, dan ada pula yang merasa terganggu dengan bau kemenyan. Bagaimanakah sebenarnya hukum menggunkan kemenyan? Baik dalam kehidupan sosial bermasyarakat maupun dalam urusan beribadah?
Mengharumkan ruangan dengan membakar kemenyan, dupa, mustiki, setinggi kayu gaharu yang mampu membawa ketenangan suasana adalah suatu hal yang baik. Karena hal iniitba’ dengan Rasulullah saw. beliau sendiri sangat menyukai wangi-wangian, baik minyak wangi, bunga-bungaan ataupun pembakaran dupa. Hal ini turun temurun diwariskan oleh beliau kepada sahabat dan tabi’in. Hingga sekarang banyak sekali penjual minyak wangi dan juga kayu gaharu, serta dupa-dupaan di sekitar Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.
Beberapa hadits menerangkan tindakan sahabat yang menunjukkan kegemaran mereka terhadap wangi-wangian hal ini ditunjukkan dengan hadits:
اذا جمرتم الميت فأوتروا
Artinya: Apabila kamu mengukup mayyit, maka ganjilkanlah (HR. Ibnu Hibban dan Alhakim)
Addailami juga menerangkan
جمروا كفن الميت
Artinya: Ukuplah olehmu kafan maayit
Dan Ahmad juga meriwayatkan:
اذا اجمرتم الميت فاجمرواه ثلاثا
Artinya: Apabila kamu mengukup mayyit, maka ukuplah tiga kali
Bahkan beberapa sahabat berwasiat agar kain kafan mereka diukup
أوصى أبوسعيد وابن عمر وابن عباس رضي الله عنهم ان تجمر اكفنهم بالعود
Artinya: Abu Said, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra. Berwasiat agar kain-kain kafan mereka diukup dengan kayu gaharu
Bahkan Rasulullah saw. pernah bersabda
جنبوا مساجدكم صبيانكم وخصومتكم وحدودكم وشراءكم وبيعكم جمروها يوم جمعكم واجعلوا على ابوابها مطاهركم (رواه الطبرانى)
Artinya; Jauhkanlah masjid-masjid kamu dari anak-anak kamu, dari pertengkaran kamu, pendarahan kamu dan jual beli kamu. Ukuplah masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada pintu-pintunya itu alat-alat bersuci. (HR. Al-Thabrani).
Hadits-hadits di atas sebenarnya menunjukkan betapa wangi-wangian adalah sesuatu yang telah mentradisi di zaman Rasulullah saw dan juga para sahabat. Hanya saja media wangi-wangian itu bergeser bersamaan dengan perkembangan zaman dan teknlogi. Sehingga saat ini kita merasa aneh dengan wangi kemenyan dan dupa. Padahal keduanya merupakan pengharum ruangan andalan pada masanya.
Di satu sisi persinggungan dengan dunia pasar yang semakin bebas menyebabkan selera ‘wangi’ jadi bergeser. Yang harum dan yang wangi kini seolah hanya terdapat dalam parfum, bay fress dan fress room. Sedangkan bau kemenyan dan dupa malah diidentikkan dengan dunia klenik dan perdukunan.

Jihad Jasmani dan Ruhani


اَلْحَمْدُ لله. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِيْمَانِ. وَأَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِالْجِهَادِ لِيَكُوْنَ اِيْمَانُهُمْ بِالِْاسْتِيْقِانِ. أشْهَدُ أنْ لاَ اِلهَ اِلااللهُ. وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمّدًا رَسُوْلُ اللهِ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمّدٍ الهَادِي اِلَى صرَاطِكَ المُسْتَقِيْمِ. وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالمُجَاهِدِيْنَ  فِي سَبِيْلِكَ الْقَوِيْمِ. أمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اتَّقُوْاللهَ الّذِي لا اِلهَ سِوَاهُ وَاعْلَمُوا أنَّ اللهَ أمَرَ جَمِيْعَ الْمُكَلِّفِيْنَ أنْ يُؤْمِنُوا بِاللهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الأخِرِ وَاْلقَدْرِ خَيْرِهِ وَشَرّهِ. وَجَاهِدُوْا الدَّعْوَةِ وَالتَّبْلِيْغِ وَتَعْلِيْمِ الدِّيْنِ وَاْلاِرْشَادِ. تَفُوْزٌُوْا فِي الدُّنْياَ مَعَ اْلفَائِزِيْنَ وَفِي اْلآ خِرَةِ مَعَهُمْ وَالنَّبِيِّيْنَ
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk beriman dan bertaqwa. Beriman ialah mempercayai kewujudan dan kebenaran Allah SWT, malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari qiamat, serta dan qadla dan qadarnya. Sedangkan bertqwa ialah mengerjakan semua perintah Allah dan rasul-Nya dan menjauhi semua yang dilarang dengan perasaan ikhlas.
Menurut perhitungan yang sangat sederhana, bahwa orang yang bertaqwa kepada Allah SWT itu dituntut untuk menjalankan rukun-rukun Islam yang lima dan rukun-rukun iman yang enam. Namun, kami yakin bahwa hal tersebut tidak akan terpenuhi dengan baik tanpa jihad dan perjuangan.
Jihad atau perjuangan itu terbagi atas dua bagian. Pertama jihad jasmani, yaitu perjuangan fisik, atau pertempuran, seperti: perang badar, perang Indonesia melawan Belanda sebelum merdeka, perang Irak-Iran melawan Sekutu, dan lain-lain.Kedua, jihad ruhani, yaitu memerangi hawa nafsu, seperti membersihkan hati dari syak atau keraguan kepada Allah, sombong, iri hati, zholim, ujub dan lain-lainnya yang termasuk sifat-sifat tercela.
Sebagian ulama menambahkan bahwa jihad dan qital itu satu arti, dan dibagi atas tiga macam: Pertama jihad jasmani seperti yang disebutkan di atas dan ini dinamakan jihad ashghar (jihad kecil),kedua jihad ruhani seperti yang disebutkan tadi, dan ini dinamakan jihad akbar (perjuanagn besar). Ketiga jihad akbarul akbar” atau jihad “ghayatul Akbar” (perjuangan yang paling besar atau puncak jihad besar-besaran) yaitu perpaduan antara perjuangan jasmani dan ruhani, seperti: mengajar, membangun madrasah, tempat-tempat ibadah dan lain-lain.
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Jihad yang nomor satu di atas yang disebut jihad jasmani di Indonesia tidak berlaku lagi. Karena penjajah sudah tidak ada, sedangakan menjajah itu dilarang oleh Islam dan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yaitu UUD 1945 dan Pancasila. Akan tetapi kita wajib waspada atas serangan asing, dan juga pemberontakan-pemberontakan. Maka pada kondisi seperti itu kita diberi izin membalas serangan tersebut, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Hajj ayat 39-40 :
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ. الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيراً وَلَيَنصُرَنَّ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Peperangan fisik jika dilihat dengan seksama ternyata ada dua macam, yaitu: menyerang, menjajah dan memperkosa hak-hak manusia, dan yang kedua mempertahankan diri dari serangan lawan. Nah, yang diidzinkan oleh Islam ialah memperthankan dan membela diri. Contohnya: Indonesia tidak akan menjajah negara manapun, tapi Indonesia tidak akan pernah merelakan negara, rakyat, agama, hak-hak dasar dan kehormatan dijajah oleh siapapun dan negara manapun.
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Jihad yang kedua, yaitu jihad ruhani yang berlaku terus sepanjang zaman, karena tidak membutuhkan waktu dan tempat. Dimana saja berada, umat islam wajib memerangi hawa nafsu dan sifat-sifat yang jelek sehingga mendapat ridlo dari Allah.
Jihad yang ketiga, yaitu jihad jasmani dan rohani adalah memerangi kebodohan, keterbelakangan, kebudayaan-kebudayaan amoral, ajaran-ajaran yang bertentanagan dengan Islam, perang terhadap segala sesuatu yang menjurus kepada kekafiran atau perbuatan-perbuatan yang tidak diridloi olh Allah SWT.
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Inilah yang disebutkan dalam Al-Qur’an Surat at-Taubah ayat 41:
انْفِرُواْ خِفَافاً وَثِقَالاً وَجَاهِدُواْ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Nah jihad yang yang pertama dan ketiga tidak akan sukses tanpa persatuan yang kuat. Satu contoh, siapakah yang menginkari kegagahan, keberanian dan ketangkasan pangeran Diponogoro, Teuku umar, Imam bonjol, dan lain-lainnya? Akan tetapi apa yang terjadi? Contoh lain adalah negara-negara Arab yang luas dan cukup banyak, namun karena tidak bersatu, bagaimana hasilnya ketika menhadapi negara kecil bernama Israel?
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Oleh karena itu, kami mengajak seluruh umat Islam untukmanunggal, bersatu, seperti sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Hakim dan at-Tirmidzi dalam An-Nawadir bahwasanya:
اَلْمُؤْمِنُ كَرَجُلٍ وَاحِدٍ
Orang-orang mukmin itu seperti seorang laki-laki
Dan menurut hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Muslim dari An Nu’man bin Basyir:
اَلْمُؤْمِنُ كَرَجُلٍ وَاحِدٍ اِذِاشْتَكَا رَأْسُهُ اِشْتَكَا كُلُّهُ وَاِنِ اشْتَكَا عَيْنُهُ اِشْتَكَا كُلّهُ
Bahwasanya semua orang-orang mukmin itu seperti seorang laki-laki. Apabila kepalanya merasa sakit, sakit pulalah semua badannya, dan apabila matanya sakit, maka semua anggota badannya mersakan sakit pula.
Nah, dilihat dari hadits tersebut dapat disimpulkan, bahwa semua orang mukmin atau umat Islam itu harus bersatu. Sehingga apabila diantara kita ada yang sakit, ditimpa musibah, diganggu oleh oknum yang tak bertanggung jawab, atau yang lainnya, maka yang lain harus merasakan kepedihannya. Kita harus ikut membela, membantu dan menyelamatkan saudara-sadara kita. Apabila tidak, maka berdasarkan hadits nabi di atas kita tidaklah tergolong umat Islam.
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Oleh karena itu, kami menghimbau dan mengajak seluruh umat Islam agar bersatu-padu di dalam melaksanakan jihad akbarul akbar atau jihad yang paling penting seperti telah diselaskan tadi :
Pertama: berlomba, berpacu, bersatu dan bergotong royong di dalam membangun, membina, mengurus, memajukan dan menjayakan lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran Islam, tempat tempat ibadah, pengajian-pengajian, rumah-rumah sakit Islam, dan lain-lain yang dimiliki dan menguntungkan Islam.
Kedua: membantu, menolong, mengatasi dan memikul beban, kesulitan dan penderitaan umat Islam, baik yang berada dimanapun saja sakit atau tertimpa musibah.
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Wajiblah atas kita memikul dam mengatasi kesulitan mereka sehingga mereka bahagia sebagaimana yang lain. Begitu juga, apabila umat Islam di suatu tempat berusaha mendirikan lembaga pendidikan dan pengajaran Islam, maka wajib pula bagi yang lain untuk memikul dan mensukseskannya.
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Terakhir kami ingin menyampaikan bahwa umat Islam boleh berbeda pendapat, akan tetapi tidak boleh retak dan bercerai berai karenanya. Mudah mudahan Allah memberi hidayah kepada kita semua. Amin. Ya rabbal alamin.
اِنَّ أَحْسَنَ الْكَلاَمِ كَلامُ اللهِ الْمَلِكِ الْعَلّامِ. وَاللهُ يَقُوْلُ وَبِقَوْلِهِ يَهْتَدِي الْمُهْتَدُوْنَ. وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. أعُوْذُ باللهِ مِنَ الشّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ. يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ. وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِّنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ.  بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. اِنّهُ تَعَالَى جَوَّادٌ كَرِيْمٌ رَحْمَانٌ رَحِيْمٌ

Memberi Tanpa Merendahkan

اللهُ اَكْبَرْ (9×) اللهُ أكبرْ كَِِِبيْرَا وَالحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَاللهُ أكبَرْ اللهُ أكبَرْ وَللهِ الحَمْدُ ، ألحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ ، أشْهَدُ أنْ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهْ وَ أشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، أللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وأصْحَابِهِ أجْمَعِيْنَ ، أمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْاللهَ حَقَّ تُقََاتِهِ وَلاَ تَمْوْتَُّن إلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَِ ، وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كْتَابِهِ الْكَرِيْمِ : وَلَوْ أنَّ أهْلَ القُرَى أمَنُوْا وَاتَّقُوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالاَرْضَ وَلَكِنْ كَذَّبُوْا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
 

Hadirin Jamaah Idul Fitri yang Berbahagia  
Pada pagi hari ini marilah kita bersama-sama memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan beraneka karunia kepada kita sekalian. Anugerah berupa kesehatan, keimanan dan keislaman. Sungguh ketiga hal ini inilah yang menjadikan kita mampu mensyukuri nikmat di pagi yang indah ini dengan penuh hikmat.

Tanpa ketiganya, takkan mungkin kita dapat berkumpul di sini, bertemu muka dalam suasana penuh kebahagiaan dan kekeluargaan untuk merayakan kemenangan. Sungguh kita telah memenangkan ujian dari Allah pada bulan Ramadhan kemarin. Sungguhpun jika kita menangisi kepergian Ramadhan, namun kita tetap patut bersyukur, karena Ramadhan telah mengajarkan kita untuk mengerti dan turut merasakan setitik kesengsaraan para fuqoro dan masakin.

Saudara-saudara, Ramadhan kemarin telah mengajarkan kita untuk berbagi kebahagiaan dan dengan orang lain yang mungkin tidak seberuntung kita. Mereka yang untuk makan saja harus bersusah payah membanting tulang dan memeras keringat. Sehingga kita benar-benar merasa pilu manakala kemarin mendengarkan berita-berita yang menyayat. Hanya karena ingin mendapatkan sumbangan yang nilainya tidak seberapa bagi orang-orang kaya, ternyata mereka harus mempertaruhkan nyawa.

Kenyataan ini tentu saja menuntut kita untuk mengoreksi kembali kepedulian kita. Sudahkah selama ini kita memiliki kepedulian terhadap mereka? Jika sudah, maka pertanyaan selanjutnya adalah, cukupkah kepedulian kita selama ini untuk membantu meringankan beban hidup mereka? Jika sudah cukup, maka pertanyaan selanjutnya adalah, apakah selama ini kita dapat meringankan beban mereka dengan ikhlas? Sampai di sini, hanya diri kita sendirilah yang dapat menjawabnya. 

Ramadhan kemarin benar-benar memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Jika kita mengaku beriman dengan sebenarnya, maka kita pasti akan mengaca pada diri kita sendiri, sudahkan kita memiliki kepedulian tanpa menyengsarakan?

Betapa pun, jika keikhlasan hanya dapat kita rasakan sendiri, maka sebuah sikap tentu dapat dilihat dan dirasakan oleh orang lain. Pertanyaannya adalah, apakah selama ini kita dapat memberikan sedekah dengan cara-cara yang ”elegan”? Apakah cara kita memberikan sedekah tidak mengurangi harga diri mereka? Apakah setelah menerima sedekah, mereka masih memiliki sisa harga diri di hadapan kita?

Jika jawabnya adalah tidak, maka mestinya kita instrospeksi diri, benarkah Allah memerintahkan kita untuk besedekah, berzakat atau menolong orang hanyalah untuk membuatnya kehilangan jati diri? Ramadhan kemarin benar-benar perenungan nyata.

Mungkin beberapa cuplikan ayat berikut ini dapat membantu kita menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. 

 
إنْ تُبْدُوْا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإنْ تُخْفُوْهَا وَتُؤْتُوْهَا اْلفُقَرَاءُ فََهُوََ خَيْرٌ لَكُمْ 
 

”Jika kamu menampakkan sedekah, maka ini juga baik. Namun jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan adalah lebih baik bagimu. (QS. Al-Baqarah, 2:271) 

Ayat ini menunjukkan bahwa bersedekah tanpa membuat publikasi justru lebih baik daripada kita bersedekah dengan mengundang para wartawan. Meskipun seandainya sedekah yang kita berikan memang benar-benar dibutuhkan oleh mereka.

Maka jika ramadhan kemarin kita benar-benar dapat menghayati makna puasa, tentu pada Idul Fitri sekarang ini dan pada hari-hari ke depan kita dapat memperbaiki sikap kita kepada orang lain. Kita dapat lebih menghargai para hamba Allah yang lain. Bukan karena misalnya kita lebih kaya, lalu kita berhak menghina orang lain. Bukan karena kita merasa lebih kuat, lalu kita dapat menindas orang lain. Dan seterusnya.

Hadirin Sekalian yang Berbahagia
Jika kita ingin kembali pada kesucian, maka kita semestinya mampu menjadikan momen- momen Ramadhan kemarin sebagai sebuah I’tibar atau pelajaran untuk menjalani kehidupan ke depan. Jika setelah Ramadhan kita dapat meningkatkan kualitas hidup lebih baik secara agama dibandingkan tahun lalu, maka inilah alamat keberkahan Ramadhan. Namun jika sebaliknya, setelah Ramadhan kita justru menjadi lebih buruk dibanding sebelum Ramadhan, maka berarti keberkahan Ramadhan tidak pernah menghampiri kita.  

Setelah Idul Fitri ini, kita harus mampu memberikan sedekah dan berbagi kepada orang lain tanpa mengurangkan harga diri yang kita beri. Karena demikianlah Ramadhan kemarin mengajarkan pada kita. Kita harus mampu memberi tanpa membuat harga diri orang lain jatuh. 

Dahulu Nabiyullah Sulaiman, seorang raja yang kaya raya bahkan pernah kedatangan tamu yang ingin memberikan sedekah. Lebih tepatnya untuk saat ini adalah upeti atau mungkin suap. Karena si pemberi sedang memiliki kebutuhan dengan sang Nabi Sulaiman. Ini artinya sang pemberi sedekah berada dalam posisi yang lebih rendah sementara sang penerima sedekah berada dalam posisi yang lebih tinggi. 

Namun demikian, sikap dan cara penyampaian dapat menjadikan sang penerima, yang semula lebih tinggi dapat mengalami penurunan derajat. Firman Allah tentang cerita Nabi Sulaiman ini diabadikan oleh al-Qur’an dalam surat al-Naml ayat 36. 

 
فَلَمَّا جَاءَ سُلَيْمَانُ قََالَ أَتُمِدُّوْنَنِ بِمَالٍ فَمَا أتَنِ أللهُ خَيْرٌ مِمَّا أتَاكُمْ بَلْ أنْتُمْ لِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُوْنَ
 

Ketika serombongan utusan yang disertai berbagai macam hadiah telah sampai kepada Nabi Sulaiman, maka Sulaiman berkata, ”Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu.”

Pertanyaan Nabi Sulaiman semacam ini tentu saja membuat kecut perasaan para utusan tersebut. Utusan dari negeri seberang ini tersadar, seolah mereka dibuat malu karena dianggap mencoba menghinakan sekelompok kaum yang diperintah oleh seorang raja kaya dan bijak dengan rasa syukur yang teramat tinggi di hadapan Allah.

Dengan demikian upaya peremehan kepada Nabi Sulaiman beserta seluruh rakyat negerinya oleh para pembesar dari negara lain pun gagal total. 

Kisah ini, sungguh memberikan ilustrasi perenungan yang teramat dalam kepada kita. Betapa semestinya kita tidak mudah dihinakan oleh mereka yang datang dengan membawa segepok sedekah yang belum tentu bermanfaat secara produktif kepada kita. Dan betapa semestinya jika kita memberi sedekah, janganlah sampai merendahkan orang-orang yang akan menerima sedekah kita.

Karena yakinlah, bahwa sedekah kita sama sekali tidak berarti dibandingkan karunia yang diberikan kepada kita oleh Allah. Seberapa pun berbagi, tidaklah perlu berpamer-pamer, apatah lagi sampai merasa bangga di hadapan Allah. Karena di sinilah terdapat jebakan syetan kepada para hamba. 

Hadirin sekalian yang dimuliakan Allah SWT
Karena itulah, pada kesempaytan yang berbahagia ini, mari kita bersama-sama menginstropeksi diri kita masing-masing. Semoga setiap kesalahan yang pernah kita lakukan pada bulan-bulan lalu dapat kita tinggalkan dan semoga segenap kebaikan yang kita tingkatkan pada bulan Ramadhan kemarin dapat kita pertahankan. Dengan demikian maka kita sedang menaiki tangga insan kamil, tangga menuju kesempurnaan kemanusiaan di hadapan Allah SWT.

Meski Ramadhan telah meninggalkan kita, namun kita harus senantiasa mampu mengekang hawa nafsu yang membawa kita menuju kehinaan dalam hidup. Sebagaimana firman Allah :

 
وَمَا أُبَرِّئْ نَفْسِيْ إنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوْءِ 
 
Aku tiada melepaskan Nafsuku, karena nafsu menyuruh pada keburukan. (QS. Yusuf : 53)

Jika nafsu dapat kita kendalikan, maka mestinya kita pun akan senantiasa menjadi manusia yang pemurah dan pemaaf. Sehingga kita dapat saling memaafkan di antara sesama anak manusia, di antara sesama umat Islam dan di antara sesama saudara dan tetangga. Karena demikianlah pesan penting dalam Idul Fitri, yakni saling memaafkan agak kehidupan manusia dapat kembali berjalan dengan normal dan penuh rasa kasih sayang di antara sesamanya.

Semoga dengan kita saling memaafkan, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa kita sekalian, dosa-dosa yang terdahulu maupun dosa-dosa yang akan datang. Sehingga negeri ini dapat menjadi negeri dambaan yang senantiasa diberkahi Allah, kampung-kampung dan kota-kota dapat menjadi baldatun toyyobatun wa robbun ghofuur.Selamat Idul Fitri 1429 H.

 
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَِّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لَِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Ada Amal, Ada Balasannya


ألحَمْدُ لِلّهِ. ألحَمْدُ لِلّهِ الذِي جَزَى العَامِلِيْنَ. وأحَبَّ الطَّائِعِيْنَ. وَأبْغَضَ العَاصِيْنَ. أشْهَدُ أنْ لاَ اِلهَ اِلااللهُ. وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمّدًا رَسُوْلُ اللهِ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمّدٍ الهَادِي اِلَى صرَاطِكَ المُسْتَقِيْمِ. وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِكَ الْقَوِيْمِ. أمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اتَّقُوْاللهَ الّذِي لا اِلهَ سِوَاهُ وَاعْلَمُوا أنَّ اللهَ أمَرَكُمْ بِالطَّاعَةِ والْعِبَادَةِ. وَنَهَاكُمْ بِالظُّلْمِ وَالْمَعْصِيَةِ. فَلا يَكُوْنُ ذلِكَ اِلاَّ لِخُسْرَانِكُمْ وَهَلالِكُمْ. وَلَكِنِّ اللهَ يَرْحَمُكُمْ وَأنْزَلَ نِعَمَهُ عَلَيْكُمْ. فَأَطِيْعُوْهُ وَاعْمَلُوا الصَّالِحَاتِ وَاجْتَنِبُوا عَنِ السَّيِّئَاتِ. لِأَنَّ اللهَ جَزَى أَعْمَالَكُمْ. أَثَابَكُمْ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ. وَعَذَّبَكُمْ بِسَيّءِ أَفْعَالِكُمْ
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Umat Islam tentu mengetahui, mengakui dan menyadari dengan sepenuhnya, bahwa dirinya diciptakan oleh Allah SWT dari tidak ada menjadi ada; dari tidak berdaya menjadi berdaya, dan berdaya upaya; dari lemah menjadi dapat berbuat sesuatu; dari menangis menjadi kuat dan perkasa serta menguasai alam ini. Itu semua bertujuan agar manusia selalu mengabdi kepada-Nya. Kita diciptakan bukan supaya bermusuh-musuhan, bukan untuk saling membunuh, bukan untuk berfoya-foya, bukan untuk bersanang-senang yang dapat melupakan Sang Pencipta AllahRabbul ‘Alamin, juga bukan untuk berbuat kerusakan. KIta diciptakan semata-mata untuk beribadah dan mengabdi kepada-Nya.
Pengabdian hamba yang baik dan ihlas pasti tidak akan sia-sia. Karena disamping hal itu merupakan bukti kepatuhan dan ketaatan kepada penciptanya, kita juga akan diberi imbalan, balasan yang berupa kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Manusia adalah makhluk sosial, makhluk bermasyarakat yang tida bisa hidup sendiri, tapi membutuhkan orang lain. Manusia yang menginginka keturunan pun membutuhkan manusia yang lain.
Manusia yang baru dilahirkan dari rahim ibunya tidak berdaya dan tidak dapat berbuat sesusatu, kecuali bergerak dan menangis. Nah, pada saat-saat demikian inilah ia membutuhkan pertolongan orang lain, seperti: bidan, dan lain-lain.
Manusia yang meninggal dunia tidak bisa memandikan diri sendiri, membungkus dirinya dengan kain kafan, bersembahyang dan mengubur dirinya sendiri, akan tetapi harus dimandikan dibungkus dan dikafan, disembahyangkan dan dikubur oleh orang lain
Bahkan untuk makan sesuap nasi pun manusia membutuhkan kerja sama dengan berbagai orang. Mereka akan menerima pahala dan siksa dari Allah besok di akhirat, menurut baik dan buruk yang dikerjakannya.
Oleh karena itu, manusia yang akan mengerjakan sesuatu pekerjaan, pasti akan berfikir terlebih dahulu, apakah yang akan dikerjakan itu termasuk kebaikan ataukah keburukan, ketaatan atau kemaksiatan dan kedurhakaan? Apabila yang dikerjakan itu ternyata kebaikan dan ketaatan, pasti ia mendapat pahala. Tapi apabila ternyata keburukan, kemaksiatan dan kedurhakaan, pasti akan mendapat siksa dari Allah SWT.
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Jadi manusia akan mendapat pahala karena amal baiknya, dan mendapat dosa dan siksa karena amal jeleknya. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat az-Zalzalah ayat 7-8:
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَه. وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia melihat (balasan)nya . Dan barangsiapa yang mengerjakan kejehatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya (pula).”
Yang tersebut tadi adalah pahala dan dosa akibat perbuatan sendiri, bukan karena orang lain.
Dalam Islam memang tidak ada dosa warisan. Sehingga anak tidak akan menerima bagian sedikit pun dari dosa dosa orang tuanya. Nabi adam AS dan ibunda Hawa pernah melanggar larangan Allah SWT, sedikit pun kita umat manusia sebagai keturunannya tidak diberi dosa warisa dari beliau.
Siapa yang berbuat kebaikan, akan mendapat balasan pahala dari Allah SWT, dan siapa yang berbuat kejahatan, akan mendapat siksa dari-Nya.
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 286 :
لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakan dan ia mendapat siksa (dari kejahatan ) yang dikerjakannya.”
Islam menegaskan, bahwa setiap bayi yang keluar dari rahim ibunya itu suci, tidak berdosa sampai ia dewasa. Dan apabila ia telah menjadi orang yang dewasa, maka barulah amal perbuatannya itu dicatat sebagaimana lainnya, yang baik diberi pahala dan yang jahat diberi dosa.
Hadis Nabi Muhammad SAW Yang diriwayatkan Abu Ya’la dalamMusnad Tabrani dan Baihaqi menerangkan sebagai berikut :
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أوْ يُمَجِّسَانِهِ
Tiap-tiap bayi itu dilahirkan dalam keadaan suci bersih sehingga menjadi fasih lisannya, lalu ayah ibunya menjadikan orang beragama Yahudi, Kristen atau Majusi.”
Dan hadis lain yang diriwyatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Dawud dan al-Hakim menerangkan sebagai berikut:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَلَي ثَلَاثَةٍ عَنِ الْمَجْنُوْنِ الْمَغْلُوْبِ عَلَي عَقْلِهِ حَتَّى يَبْرَأَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظُ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ
Pena (malaikat) itu diangkat (maksudnya: perbuatan manusia tidak ditulis, tidak dicatat) dari tiga macam orang : 1. Orang gila hingga ia sembuh gilanya. 2. Orang yang tidur hingga ia terjaga (bangun dari tidurnya), dan 3. Anak kecil hingga ia menjadi baligh (dewasa)."
Dalam surat an-Najm ayat 38-41diterangkan sebagai berikut :
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى. وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى. وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى. ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاء الْأَوْفَى
Bahwasannya seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasannya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang diusahakannya.Dan bahwasannya usahanya itu kelak akan diberi balasan yang paling sempurna.”
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Dengan demikian, kita dituntut untuk berbuat kkebajikan sebanyak-banyaknya. Karena kita sendirilah yang akan menerima balasan pahala darinya disamping kebehagiaan duniawi.
Kita juga dituntut menjauhi kejahatan, kedurhakaan dan kemaksiatan agar menjadi orang yang selamat di dunia dan akhirat.
Apabila kita perhatikan firman-firman allah SWT dan sabda-sabda Nabi Muhammad SAW tadi, kita akan dapat memetik kesimpulan sebagai berikut:
1. Manusia dilahirkan dalam keadaan suci, tidak mempunyai dosa, baik akibat perbuatannya sendiri maupun akibat perbuatan orang tua atau leluhurnya.
2. Semua pahal atau siksa yang diberikan Allah SWT kepada manusia adalah balasan yang setimpal dari perbuatannya sendiri, baik secara langsung maupun tidak.
مَنْ سَنَّ فِيْ الْاِسْلاِمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أنْ يَنْقُصَ مِنْ اُجُوْرِهِمْ شَيْئٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُمَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أنْ يَنْقُصِ مِنْ أوْزَارِهِمْ شَيْئٌ
Barangsiapa memberikan contoh yang baik dalam Islam maka baginya pahala dan pahala orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikit pun dari pahala mereka, dan barangsiapa yang memberikan contoh jelek dalam Islam maka atasnya dosanya dan dosa orang yang mengerjakan sesudahnya tanpa dikurangi sedikit pun dari dosa dosa mereka."
Sehubungan dengan hadis tersebut, Allah SWT berfirman dalam surat Yasin Ayat 12 sebagai berikut :
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
Sesungguhnya kami menghidupkan orang orang mati dan kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (lauh-mahfudz)."
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa:
1. Kita hendaknya memperbanyak amal shalih demi keselamatan dan kebahagiaan didunia dan akhirat.
2. Kita hendaknya menghindar dari berbuat maksiat agar selamat dari siksa Allah SWT
3. Kita dituntut memberikan contoh-contoh yang baik menurut pandangan Islam, agar mendapatkan pahala perbuatan itu dan pahala orang-orang yang meniru serta mengikutinya sampai hari kiamat
4. Kita dilarang berbuat maksiat atau memberikan contoh-contoh yang jelek menurut pandangan Islam, agar tidak mendapatkan dosanya dan dosa-dosa orang orang yang mengikuti jejaknya sampai hari kiamat.
اِنَّ أَحْسَنَ الْكَلاَمِ كَلامُ اللهِ الْمَلِكِ الْعَلّامِ. وَاللهُ يَقُوْلُ وَبِقَوْلِهِ يَهْتَدِي الْمُهْتَدُوْنَ. وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. أعُوْذُ باللهِ مِنَ الشّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَه. وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ. بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. اِنّهُ تَعَالَى جَوَّادٌ كَرِيْمٌ رَحْمَانٌ رَحِيْمٌ