Visitor

Tampilkan postingan dengan label ILMIAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ILMIAH. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 Februari 2013

Bau Kemenyan Disukai Nabi

Sering kali kita jumpai pembakaran kemenyan di tempat-tempat tertentu (misalnya makam para wali). Dan juga sering dijumpai pada acara-acara tertentu (seperti doa sedekah bumi) yang dilakukan secara islami dengan menggunakan bahasa Arab. Bagi sebagian warga bau kemenyan diidentikan dengan pemanggilan roh, dan sebagian yang lain menganggapnya sebagai pengharum ruangan, dan ada pula yang merasa terganggu dengan bau kemenyan. Bagaimanakah sebenarnya hukum menggunkan kemenyan? Baik dalam kehidupan sosial bermasyarakat maupun dalam urusan beribadah?
Mengharumkan ruangan dengan membakar kemenyan, dupa, mustiki, setinggi kayu gaharu yang mampu membawa ketenangan suasana adalah suatu hal yang baik. Karena hal iniitba’ dengan Rasulullah saw. beliau sendiri sangat menyukai wangi-wangian, baik minyak wangi, bunga-bungaan ataupun pembakaran dupa. Hal ini turun temurun diwariskan oleh beliau kepada sahabat dan tabi’in. Hingga sekarang banyak sekali penjual minyak wangi dan juga kayu gaharu, serta dupa-dupaan di sekitar Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.
Beberapa hadits menerangkan tindakan sahabat yang menunjukkan kegemaran mereka terhadap wangi-wangian hal ini ditunjukkan dengan hadits:
اذا جمرتم الميت فأوتروا
Artinya: Apabila kamu mengukup mayyit, maka ganjilkanlah (HR. Ibnu Hibban dan Alhakim)
Addailami juga menerangkan
جمروا كفن الميت
Artinya: Ukuplah olehmu kafan maayit
Dan Ahmad juga meriwayatkan:
اذا اجمرتم الميت فاجمرواه ثلاثا
Artinya: Apabila kamu mengukup mayyit, maka ukuplah tiga kali
Bahkan beberapa sahabat berwasiat agar kain kafan mereka diukup
أوصى أبوسعيد وابن عمر وابن عباس رضي الله عنهم ان تجمر اكفنهم بالعود
Artinya: Abu Said, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra. Berwasiat agar kain-kain kafan mereka diukup dengan kayu gaharu
Bahkan Rasulullah saw. pernah bersabda
جنبوا مساجدكم صبيانكم وخصومتكم وحدودكم وشراءكم وبيعكم جمروها يوم جمعكم واجعلوا على ابوابها مطاهركم (رواه الطبرانى)
Artinya; Jauhkanlah masjid-masjid kamu dari anak-anak kamu, dari pertengkaran kamu, pendarahan kamu dan jual beli kamu. Ukuplah masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada pintu-pintunya itu alat-alat bersuci. (HR. Al-Thabrani).
Hadits-hadits di atas sebenarnya menunjukkan betapa wangi-wangian adalah sesuatu yang telah mentradisi di zaman Rasulullah saw dan juga para sahabat. Hanya saja media wangi-wangian itu bergeser bersamaan dengan perkembangan zaman dan teknlogi. Sehingga saat ini kita merasa aneh dengan wangi kemenyan dan dupa. Padahal keduanya merupakan pengharum ruangan andalan pada masanya.
Di satu sisi persinggungan dengan dunia pasar yang semakin bebas menyebabkan selera ‘wangi’ jadi bergeser. Yang harum dan yang wangi kini seolah hanya terdapat dalam parfum, bay fress dan fress room. Sedangkan bau kemenyan dan dupa malah diidentikkan dengan dunia klenik dan perdukunan.

Ada Amal, Ada Balasannya


ألحَمْدُ لِلّهِ. ألحَمْدُ لِلّهِ الذِي جَزَى العَامِلِيْنَ. وأحَبَّ الطَّائِعِيْنَ. وَأبْغَضَ العَاصِيْنَ. أشْهَدُ أنْ لاَ اِلهَ اِلااللهُ. وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمّدًا رَسُوْلُ اللهِ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمّدٍ الهَادِي اِلَى صرَاطِكَ المُسْتَقِيْمِ. وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِكَ الْقَوِيْمِ. أمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اتَّقُوْاللهَ الّذِي لا اِلهَ سِوَاهُ وَاعْلَمُوا أنَّ اللهَ أمَرَكُمْ بِالطَّاعَةِ والْعِبَادَةِ. وَنَهَاكُمْ بِالظُّلْمِ وَالْمَعْصِيَةِ. فَلا يَكُوْنُ ذلِكَ اِلاَّ لِخُسْرَانِكُمْ وَهَلالِكُمْ. وَلَكِنِّ اللهَ يَرْحَمُكُمْ وَأنْزَلَ نِعَمَهُ عَلَيْكُمْ. فَأَطِيْعُوْهُ وَاعْمَلُوا الصَّالِحَاتِ وَاجْتَنِبُوا عَنِ السَّيِّئَاتِ. لِأَنَّ اللهَ جَزَى أَعْمَالَكُمْ. أَثَابَكُمْ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ. وَعَذَّبَكُمْ بِسَيّءِ أَفْعَالِكُمْ
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Umat Islam tentu mengetahui, mengakui dan menyadari dengan sepenuhnya, bahwa dirinya diciptakan oleh Allah SWT dari tidak ada menjadi ada; dari tidak berdaya menjadi berdaya, dan berdaya upaya; dari lemah menjadi dapat berbuat sesuatu; dari menangis menjadi kuat dan perkasa serta menguasai alam ini. Itu semua bertujuan agar manusia selalu mengabdi kepada-Nya. Kita diciptakan bukan supaya bermusuh-musuhan, bukan untuk saling membunuh, bukan untuk berfoya-foya, bukan untuk bersanang-senang yang dapat melupakan Sang Pencipta AllahRabbul ‘Alamin, juga bukan untuk berbuat kerusakan. KIta diciptakan semata-mata untuk beribadah dan mengabdi kepada-Nya.
Pengabdian hamba yang baik dan ihlas pasti tidak akan sia-sia. Karena disamping hal itu merupakan bukti kepatuhan dan ketaatan kepada penciptanya, kita juga akan diberi imbalan, balasan yang berupa kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Manusia adalah makhluk sosial, makhluk bermasyarakat yang tida bisa hidup sendiri, tapi membutuhkan orang lain. Manusia yang menginginka keturunan pun membutuhkan manusia yang lain.
Manusia yang baru dilahirkan dari rahim ibunya tidak berdaya dan tidak dapat berbuat sesusatu, kecuali bergerak dan menangis. Nah, pada saat-saat demikian inilah ia membutuhkan pertolongan orang lain, seperti: bidan, dan lain-lain.
Manusia yang meninggal dunia tidak bisa memandikan diri sendiri, membungkus dirinya dengan kain kafan, bersembahyang dan mengubur dirinya sendiri, akan tetapi harus dimandikan dibungkus dan dikafan, disembahyangkan dan dikubur oleh orang lain
Bahkan untuk makan sesuap nasi pun manusia membutuhkan kerja sama dengan berbagai orang. Mereka akan menerima pahala dan siksa dari Allah besok di akhirat, menurut baik dan buruk yang dikerjakannya.
Oleh karena itu, manusia yang akan mengerjakan sesuatu pekerjaan, pasti akan berfikir terlebih dahulu, apakah yang akan dikerjakan itu termasuk kebaikan ataukah keburukan, ketaatan atau kemaksiatan dan kedurhakaan? Apabila yang dikerjakan itu ternyata kebaikan dan ketaatan, pasti ia mendapat pahala. Tapi apabila ternyata keburukan, kemaksiatan dan kedurhakaan, pasti akan mendapat siksa dari Allah SWT.
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Jadi manusia akan mendapat pahala karena amal baiknya, dan mendapat dosa dan siksa karena amal jeleknya. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat az-Zalzalah ayat 7-8:
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَه. وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia melihat (balasan)nya . Dan barangsiapa yang mengerjakan kejehatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya (pula).”
Yang tersebut tadi adalah pahala dan dosa akibat perbuatan sendiri, bukan karena orang lain.
Dalam Islam memang tidak ada dosa warisan. Sehingga anak tidak akan menerima bagian sedikit pun dari dosa dosa orang tuanya. Nabi adam AS dan ibunda Hawa pernah melanggar larangan Allah SWT, sedikit pun kita umat manusia sebagai keturunannya tidak diberi dosa warisa dari beliau.
Siapa yang berbuat kebaikan, akan mendapat balasan pahala dari Allah SWT, dan siapa yang berbuat kejahatan, akan mendapat siksa dari-Nya.
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 286 :
لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakan dan ia mendapat siksa (dari kejahatan ) yang dikerjakannya.”
Islam menegaskan, bahwa setiap bayi yang keluar dari rahim ibunya itu suci, tidak berdosa sampai ia dewasa. Dan apabila ia telah menjadi orang yang dewasa, maka barulah amal perbuatannya itu dicatat sebagaimana lainnya, yang baik diberi pahala dan yang jahat diberi dosa.
Hadis Nabi Muhammad SAW Yang diriwayatkan Abu Ya’la dalamMusnad Tabrani dan Baihaqi menerangkan sebagai berikut :
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أوْ يُمَجِّسَانِهِ
Tiap-tiap bayi itu dilahirkan dalam keadaan suci bersih sehingga menjadi fasih lisannya, lalu ayah ibunya menjadikan orang beragama Yahudi, Kristen atau Majusi.”
Dan hadis lain yang diriwyatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Dawud dan al-Hakim menerangkan sebagai berikut:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَلَي ثَلَاثَةٍ عَنِ الْمَجْنُوْنِ الْمَغْلُوْبِ عَلَي عَقْلِهِ حَتَّى يَبْرَأَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظُ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ
Pena (malaikat) itu diangkat (maksudnya: perbuatan manusia tidak ditulis, tidak dicatat) dari tiga macam orang : 1. Orang gila hingga ia sembuh gilanya. 2. Orang yang tidur hingga ia terjaga (bangun dari tidurnya), dan 3. Anak kecil hingga ia menjadi baligh (dewasa)."
Dalam surat an-Najm ayat 38-41diterangkan sebagai berikut :
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى. وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى. وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى. ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاء الْأَوْفَى
Bahwasannya seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasannya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang diusahakannya.Dan bahwasannya usahanya itu kelak akan diberi balasan yang paling sempurna.”
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Dengan demikian, kita dituntut untuk berbuat kkebajikan sebanyak-banyaknya. Karena kita sendirilah yang akan menerima balasan pahala darinya disamping kebehagiaan duniawi.
Kita juga dituntut menjauhi kejahatan, kedurhakaan dan kemaksiatan agar menjadi orang yang selamat di dunia dan akhirat.
Apabila kita perhatikan firman-firman allah SWT dan sabda-sabda Nabi Muhammad SAW tadi, kita akan dapat memetik kesimpulan sebagai berikut:
1. Manusia dilahirkan dalam keadaan suci, tidak mempunyai dosa, baik akibat perbuatannya sendiri maupun akibat perbuatan orang tua atau leluhurnya.
2. Semua pahal atau siksa yang diberikan Allah SWT kepada manusia adalah balasan yang setimpal dari perbuatannya sendiri, baik secara langsung maupun tidak.
مَنْ سَنَّ فِيْ الْاِسْلاِمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أنْ يَنْقُصَ مِنْ اُجُوْرِهِمْ شَيْئٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُمَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أنْ يَنْقُصِ مِنْ أوْزَارِهِمْ شَيْئٌ
Barangsiapa memberikan contoh yang baik dalam Islam maka baginya pahala dan pahala orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikit pun dari pahala mereka, dan barangsiapa yang memberikan contoh jelek dalam Islam maka atasnya dosanya dan dosa orang yang mengerjakan sesudahnya tanpa dikurangi sedikit pun dari dosa dosa mereka."
Sehubungan dengan hadis tersebut, Allah SWT berfirman dalam surat Yasin Ayat 12 sebagai berikut :
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
Sesungguhnya kami menghidupkan orang orang mati dan kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (lauh-mahfudz)."
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa:
1. Kita hendaknya memperbanyak amal shalih demi keselamatan dan kebahagiaan didunia dan akhirat.
2. Kita hendaknya menghindar dari berbuat maksiat agar selamat dari siksa Allah SWT
3. Kita dituntut memberikan contoh-contoh yang baik menurut pandangan Islam, agar mendapatkan pahala perbuatan itu dan pahala orang-orang yang meniru serta mengikutinya sampai hari kiamat
4. Kita dilarang berbuat maksiat atau memberikan contoh-contoh yang jelek menurut pandangan Islam, agar tidak mendapatkan dosanya dan dosa-dosa orang orang yang mengikuti jejaknya sampai hari kiamat.
اِنَّ أَحْسَنَ الْكَلاَمِ كَلامُ اللهِ الْمَلِكِ الْعَلّامِ. وَاللهُ يَقُوْلُ وَبِقَوْلِهِ يَهْتَدِي الْمُهْتَدُوْنَ. وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. أعُوْذُ باللهِ مِنَ الشّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَه. وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ. بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. اِنّهُ تَعَالَى جَوَّادٌ كَرِيْمٌ رَحْمَانٌ رَحِيْمٌ

Kamis, 17 Januari 2013

Shalat Sunnah yang Tidak Disyariatkan (Ghairu Masyruah)


Pada dasarnya shalat sunnah (nawafil) sangat dianjurkan dalam Islam, karena sebagain ulama meng-qiyaskan shalat sunnah sebagai ‘suplemen’ bagi shalat wajib (maktubah) yang berlaku sebagai makanan pokok yang mengandung, vitamin, mineral serta zat-zat lain agar tetap sehat dan bugar.
Sebagain ulama mengkategorikan ragam shalat sunnah menjadi dua, yaitu  pertamaShalat sunnah yang mengiringi sholat fardu (shalat suannah Rawatib), terdiri dari Shalat Sunnah Qabliyah dan Shalat Sunnah Ba’diyah. Dan kedua, Shalat sunnah yang tidak mengiringi shalat fardhu yang muakkad (shalat sunnah muakkadah ) yaitu shalat tahajjud, shalat tahiyyatul masjid, shalat taubat, shalat lidaf’il bala’, shalat tasbih, shalat hajat, shalat tahjjud, shalat istikharah, shalat tarawih, shalat dhuha, shalat awwabin, shalat ba’ada akad nikah, shalat qudum, shalat sunnah muthlaq, shalat witir, dan masih banyak lainnya.  
Namun sebagai agama yang membumi di Nusantara, Islam tidak bisa menampik pengaruh dari masyarakat pribumi yang memeluk Islam dengan karakter ke-indonesiaan yang warna-warni. Sehingga Islam di Nusantara sangat beragam sesuai dengan norma lokalitas yang berlaku. Hal ini tidak hanya berpengaruh pada sisi muamalah tetapi juga sisi ubudiah. Terbukti dengan adanya berbagai jenis shalat sunnah yang bernuansa lokal seperti Shalat Sunnah Rebo WekasanShalat Sunnah Nishfu Sya’ban, Shalat Sunnah Hadiah, Shalat Sunnah Birul Walidain dan lain sebagainya.
Mengenai hal ini perlu adanya pelurusan dan tabayyun, agar tidak menjadi sumber fitnah saling mem-bid’ahkan. Karena sesungguhnya berbagai macam shalat sunnah yang bernuansa lokal itu adalah shalat sunnah muakkadah yang dilakukan pada waktu tertentu.
Dengan demikian isitilah shalat rebo wekasan sebenarnya menunjuk pada shalat hajat atau shalat sunnah muthlaq, tetapi dilakukan pada malam rabu wekasan dengan memfokuskan do’a terhindar dari bala’.
Begitu juga dengan Shalat Nishfu Sya’ban, sesungguhnya yang terjadi adalah shalat sunnah hajat ataupun shalat sunnah muthlaq yang dilakukan pada malam paroh bulan sya’ban yang dilengkapi dengan do’a khusus memohon petunjuk kepada Allah swt. Dan begitu juga dengan shalat ssunnah hadiyah untuk mayit, yang sebenarnya merupakan shalat hajat yang memohonkan ampun atas dosa-dosa mayit yang baru dikubur.
Namun demikian sebagian ulama ahli hikmah atau ahli kasyf dengan keyakinan dan pengetahuan yang dimilikinya tetap menjadikan beberapa shalat sunnah yang bernuansa lokal itu sebagai bagain dari unsur ubudiyah dalam Islam.
Oleh karena itu, Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari rahimahullah, mengelompokkan semua macam shalat sunnah (yang bernuansa lokal itu) itu ke kelompok shalat ghairu masyru’ah fis syar’i. yaitu shalat yang tidak dianjurkan oleh syari’at. wallahu a’lam.

Redaktur: Ulil Hadrawy